(Oleh: DR. Dra. Benedicta J. Mokalu, MSi / Sosiolog Unsrat)
Kita penuh percaya diri ketika menyebut Indonesia sebagai negara berkembang, dengan alam yang sangat kaya raya. Di sisi lain, kita terhenyut meratapi pembangunan terseok-seok, masih banyak orang miskin,masih banyak terjadi praktek tidak adil,korupsi,pungli kian semarak serta ribuan harapan peran generassi muda sebagai tulang punggung masa depan bangsa. “Mampukah generasi muda bangsa menerima tongkat estafet ini?”
Di tengah euphoria menyongsong masa depan, namun akhir-akhir ini masyarakat hidup dalam suasana saling curiga,saling tidak percaya,saling ancam mengancam dengan berlindung dibalik rupa-rupa kepentingan dan tujuan. Sebagian generasi muda yang kurang mampu memfilterisasi diri akhirnya terjerembab dalam perangkap jaman ini.
Secara singkat Ersa Mada pemuda dengan titel Sarjana Psikologi, sekaligus sebagai instruktur senam Zumba mencermati semua peristiwa sosial,terutama ketika studi di Jakarta. Selama kuliah hampir tidak pernah mengalami gesekan dalam interaksi dengan sesama teman. Baik di kampus juga di masyarakat kami hidup saling berbaur dengan komunitas pluralistis. Bahkan selama kuliah kami punya sahabat akrab dengan tiga agama berbeda,yakni Islam,Katolik dan saya sendiri sebagai penganut Kriten Protestan. Dari sisi pandang disiplin ilmu maka pluralistik ini memiliki beberapa keunikan sehingga dapat memperkaya kedalaman keahlian serta sebagai modal dalam bersosialisai di tengah masyarakat. Hal ini ada kesesuaian dengan senam Zumba dimana para peserta juga terdiri dari orang-orang beraneka ragam.
Sebagai seorang Sarjana Psikologi dan instruktur Zumba kami mencoba menggali apa yang dipikirkan oleh orang muda sehubungan dengan beberapa isu berikut. (1) Hubungan senam Zumba dengan kedewasaan iman (2) Cara menyikapi dan mensiasati masalah sosial bangsa (3) Cara orang muda siapkan masa depan dalam bangsa pluralistis.
Selanjutnya menurut Ersa Mada,senam Zumba memiliki beberapa keunikan dibanding senam sejenis lainnya. Selain sebagai sarana mengolah raga – untuk sehatkan raga, sesungguhnya juga sebagai sarana instropeksi kelayakan diri,dalam hal sehat rohani sebagai seorang pemimmpin. Secara singkat isi dari diskusi ini dapat menjadi pembelajaran berharga dalam kebersamaan sebagai bangsa,di antarnya:
1. Kehadiran seorang instruktur sebagai pemimpin dengan tugas utama memberi contoh teladan bagi semua peserta. Seorang instruktur (pemimpin) harus pastikan bahwa setiap gerakan benar adanya, bahkan sekaligus mengarahkan anggota supaya melakukan gerakan dengan sungguh-sungguh supaya dapat mengalami manfaatnya. Secara singkat dapat dikatakan bahwa,ada nilai unik yang sangat istimewa. Dari sisi olah tubuh jelas semua gerakan ada tahapan,dengan berawal dari pemanasan,olah tubuh dengan mengandalkan pernafasan,serta penutup dengan gerakan pendinginan. Irama musik harus berirama sentak-sentak dan agak cepat. Hal ini akan merangsang otot-otot tubuh sehingga bisa bergerak secara otomatis,luwes,dinamis,sigap mengikuti irama music. “Orang yang punya gerakan otot tubuh sangat dinamis biasanya sebagai pertanda bahwa orang tersebut tidak muda stress atau depresi,dan terlebih pancaran jiwa cerah ceriah menyejukan semua maklum seisi alam sekitar.”
2. Membiasakan diri agar peka terhadap orang lain yang ada dibelakang kita atau mereka yang mengikuti kita dalam olah gerak. Harus pastikan bahwa semua peserta bisa melakukan semua gerakan dengan sempurna. Jadi,sekalipun kita harus membelakangi peserta tetapi focus kita harus benar-benar menjangkau kepada semua peserta. Nah,ketika intuisi kita mengatakan ada peserta yang harus dibantu maka seketika kita harus dekati peserta yang butuh bantuan. Pekerjaan kita baru bisa agak ringan ketika sudah banyak peserta yang bisa saling memberi contoh bagi yang lainnya. Atau kalau sudah pastikan semua sudah bisa lakukan dengan benar maka sebagai instruktur bisa ada bersama dengan peserta dan mencermati kesempurnaan gerakan-gerakan lebih dekat.
3. Zumba secara harafiah boleh dibilang diidentikan dengan cara kita mendewasakan kesehatan spiritual (iman). Iman yang dewasa itukan harus diolah,dikasih pupuk yang benar yakni cara berpikir,tutur kata,cara bergaul,cara hidup dalam keluarga dan masyarakat,hidup doa serta sikap-sikap dan pola pikir positif lainnya. Semua yang dibutuhkan iman agar dewasa tidak bisa dipisahkan juga dari kesiapan jiwa dan raga yang dewasa dalam satu kesatuan,yakni sehat waalfiat. Oleh karena itu, dengan iman yang benar dan raga yang sehat sebagai filterisasi diri agar kita tidak akan pernah takut terjerat arus jaman, sekalipun jaman ini penuh dengan tawaran kenikmatan.
Terlepas sebagai bangsa yang besar tidak bisa disangkal kita akan berhadapan dengan rupa-rupa cobaan, rintangan dan bencana datang silih berganti. Kita selalu memimpikan hidup bahagia, sejahtera, damai dan tenang. Namun dalam banyak hal kita tidak bisa menghindarinya,harus menghadapi semua peristiwa ini.
Sebagai orang muda,apapun keadaan bangsa ini,kita tidak boleh terbawa arus,sebaliknya setiap orang harus menyiapkan diri dengan semua cara yang positif. Sudah pasti keluarga adalah satu-satunya lembaga yang paling awal menyiapkan anak-anaknya dengan nilai-nilai kebaikan. Bahwa iman yang telah disiapkan dengan sungguh-sungguh akan teruji ketika seseorang harus ada bersama dengan orang lain, yang memiliki kepentingan relative sama atau berbeda. Dalam hal ini sebagai pribadi kami sangat bersyukur dilahirkan dan dibesarkan dalam keluarga takut akan Tuhan. Semua pengalaman selama di Jakarta menjadikan sebuah peneguhan bahwa diri sendiri sejatinya tidak berdaya tanpa bantuan Tuhan, sehingga mau berserah diri atas penyelenggaraan Tuhan dalam semangat: Men Sana In Corpore Sano.